Saksikan video pertama dalam seri ‘Wawancara Komunitas’ Menyemai Masa Depan Bersama, yang mana dalam video ini berbagi sedikit-banyak hal tentang praktik dan situasi yang dihadapi oleh Sekolah Pagesangan di Dusun Wintaos, Girimulyo, Kecamatan Panggang, Gunungkidul. Sekolah Pagesangan menggunakan “pendidikan kontekstual” sebagai metode yang menghubungkan anak-anak dengan pengetahuan lokal dan praktik pertanian komunitas masyarakat di Desa Wintaos secara mendalam. Kami mengutip sebuah pernyataan dari mbak Diah, bahwasanya: “Menjadi berdaya merupakan suatu hal yang mendasari dan menuntun proses kami di Sekolah Pagesangan”.
Bekerja dengan mempertimbangkan kebutuhan dan konteks komunitas setempat, Sekolah Pagesangan mengembangkan ruang untuk berbagi keterampilan dan pengetahuan antar generasi, melakukan preservasi terhadap sistem pangan lokal dan mengembangkan sistem ekonomi alternatif bersama-sama dengan warga Dusun Wintaos. Sekolah Pagesangan juga terus mengembangkan berbagai strategi demi menghadapi berbagai wacana pembangunan, juga sistem perekonomian dan pangan global yang secara langsung maupun tidak langsung telah mempengaruhi keberlangsungan kehidupan di desa. Dalam konteks perjuangan yang lebih besar, yakni demi mencapai kedaulatan ruang hidup, mbak Diah menyuntikkan api perlawanan, “Sejak awal saya yakin tahu nggak akan menang. Tetapi harus ada yang melakukan ini. Perlawanan harus tetap ada!”
Silahkan lihat ringkasan di bawah ini mengenai perjalanan kami dalam membuat film ini ke Sekolah Pagesangan dan bertemu dengan komunitas mereka:
Pada hari Sabtu, 12 Juni 2021, kami melakukan kunjungan riset pertama untuk program ‘The World is Our Household!’ ke Sekolah Pagesangan. Didirikan pada tahun 2008 oleh Diah Widuretno di Dusun Wintaos, Provinsi D.I. Yogyakarta, Sekolah Pagesangan bertujuan untuk memperkuat keberdayaan dari desa dan sistem pangan lokal dengan menerapkan pendidikan kontekstual sebagai model pendekatan pendidikan partisipatif. Sekolah Pagesangan pada awalnya diperuntukkan & menggalang partisipasi anak-anak dan remaja, tetapi pada tahun ke-6, para orang tua, terutama perempuan mulai terlibat dan bergerak bersama untuk melihat permasalahan desa, menggali potensi desa dan merevitalisasi sistem pangan mereka.
Bersama dua ‘Kawan Seniman’, Timbil Budiarto (Lifepatch – inisiatif warga dalam seni, sains dan teknologi) dan Maryanto, kami mengikuti sesi kelas Sabtu pagi mereka. Dipandu oleh Mbok Pur, yang menjelaskan 15 varietas singkong serta kegunaan akarnya untuk dimakan, daunnya untuk dimakan oleh manusia dan ternak, dan getahnya untuk obat, para tetua menceritakan pengetahuan lokal kepada anak-anak. Di bawah ini kami membagikan beberapa foto dari kunjungan kami. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang konteks, komunitas, dan kerja yang dilakukan Sekolah Pagesangan, nantikan video wawancara dengan Diah Widuretno dan anggota lain Sekolah Pagesangan yang akan segera kami luncurkan di sini!